Langsung ke konten utama

Mengintip Kisah Kelam dan Berdarah setelah Hari Kemerdekaan RI lewat film The Oost (The East)

Sebentar lagi, kita akan merayakan Hari Kemerdekaan RI yang ke-80. Kebanyakan dari kita sebagai masyarakat Indonesia, apalagi generasi-generasi yang lahir setelah tahun 2000 dan hidup di masa yang damai jarang sekali mengalami langsung peristiwa-peristiwa berdarah di negeri ini. Mereka cenderung tidak menyadari bahwa di masa lalu ada begitu banyak cucuran keringat dan tetesan darah yang dikeluarkan oleh rakyat Indonesia agar bisa mencapai titik yang sekarang. Beberapa bulan lalu saya menonton sebuah film Belanda berjudul The Oost (The East) yang dirilis di tahun 2020.


Ini adalah film Belanda yang berlatar belakang cerita di zaman revolusi Nasional setelah pengumuman kemerdekaan yang dikumandangkan oleh Soekarno dan Muhammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Setting film ini adalah di tahun 1946, di mana saat itu pihak Sekutu baru saja memenangkan perang melawan Jerman yang bersekutu dengan Jepang. Belanda sebagai negara yang pernah menjajah Indonesia dan terusir oleh tentara Jepang pada saat perang dunia, mencoba untuk mengambil alih Indonesia kembali sebagai tanah jajahannya setelah adanya proklamasi Kemerdekaan di tahun 45. Film tersebut mengajak kita untuk melihat dari sudut pandang Belanda, tepatnya dari sudut pandang pasukan Belanda (KNIL) yang ditempatkan di kota-kota yang ada di Indonesia. Di Belanda, film ini menuai banyak kontroversi sebelum dirilis di Amazon Prime. Film ini mengisahkan seorang tentara muda Belanda yang melakukan perjalanan bersama tentara Belandan lainnya ke Indonesia daerah timur untuk memulihkan ketertiban dan menghentikan pemberontakan. Kemudian dalam film ini dia menemukan bahwa ternyata misi yang dijalaninya bukanlah apa yang seperti dia bayangkan dan apa yang dia setujui ketika bergabung dengan pasukan.

Film The Oost ini walaupun pada dasarnya fiksi, tapi beberapa elemen seperti karakter dan kejadian-kejadian di dalamnya berdasarkan cerita sesungguhnya yang betul-betul terjadi. Salah satunya adalah karakter Raymond Wrestling (diperankan oleh The Oost) adalah tokoh nyata yang benar-benar ada dalam sejarah. Beberapa misi yang dilakukannya dalam film The Oost seperti misi di Sulawesi juga benar-benar terjadi. Yang menarik dari kisah ini, setelah saya crosscek dengan membaca-baca beberapa literatur, saya menemukan bahwa ternyata kemerdekaan Indonesia itu bukanlah sesuatu yang mudah untuk dicapai. Setelah proklamasi dari Bung Karno, ternyata upaya-upaya untuk menggagalkan Indonesia menjadi negara yang merdeka itu masih cukup banyak, salah satunya adalah upaya yang dilakukan oleh kerajaan Belanda yang diceritakan dalam film ini. Tapi hal menarik lainnya yang saya temukan adalah bahwa ternyata para pejuang nasionalis yang ingin negara Indonesia merdeka dan mengusir semua upaya untuk menganggalkannya ternyata juga adalah kelompok-kelompok yang tidak bisa dikatakan baik. Ada  banyak sekali cerita-cerita tindakan seperti perampasan, perampokan dan pembunuhan yang dilakukan oleh prajurit nasionalis kepada sesama bangsanya sendiri. Inilah gambaran kengerian negara yang dalam keadaan perang. Hati manusia bisa menjadi sangat jahat karena memang ada sesuatu yang lebih besar yang sedang diperjuangkan. Dalam beberapa tulisan yang saya baca, saya menemukan opini dari beberapa orang Indonesia yang menjadi saksi hidup zaman tersebut yang mengatakan bahwa kaum Nasionalis Indonesia memang lebih ditakuti daripada tentara Belanda karena kekejamannya. Beberapa keluarga bahkan sampai harus dipindahkan ke kamp-kamp khusus yang dilindungi oleh mantan tentara Jepang.

Salah satu kontroversi dari The East adalah tentang penampilan Westerling (yang asli tidak berkumis seperti “Hitler”) dan seragam Korps Pasukan Khususnya yang nyaris mirip Nazi. Membandingkan Belanda dengan Nazi hampir merupakan penistaan. Walaupun karakter ini didasarkan pada tokoh sejarah yang nyata, tetapi sangat jelas bahwa kisah karakter Westerling yang digambarkan dalam film ini sangat berbeda dengan kehidupan aslinya. Hal yang paling jelas adalah nasib akhir Westerling dalam film ini sangat jauh dari kebenaran dan itu sepenuhnya fiksi.

Saya merasa bahwa The East adalah film yang cukup menarik untuk ditonton. Film ini benar-benar memberikan gambaran suasana di masa itu yang cukup mencekam. Meskipun saya pribadi tidak terlalu tahu detail sejarah pada masa ini, tapi dari beberapa pendapat orang Indonesia yang saya baca, penggambaran yang ditampilkan di film ini setidaknya tidak sampai melenceng jauh dengan situasi sebenarnya di zaman itu. Menonton film ini tentu saja memberi saya perspektif sejarah penting yang selama ini saya tidak pernah tahu. Dari menonton film ini, kita bisa memahami mengapa kebanyakan mantan tentara KNIL mengalami kesulitan untuk bercerita tentang pengalaman mereka selama di Indonesia. Belanda telah melakukan hal-hal yang buruk, tetapi kaum Nasionalis juga sama buruknya atau bahkan lebih buruk. Westerling telah melakukan hal-hal yang baik, tetapi metode yang dia gunakan ketika dia memimpin Korps Pasukan Khusus di Sulawesi sangatlah salah. 

Secara historis, banyak hal yang mungkin tidak sesuai sejarah di film ini, tapi film ini tetap merupakan banyak perspektif penting agar kita bisa memahami sejarah bangsa ini secara lebih komprehensif dan tidak lupa bagaimana proses bangsa ini hingga bisa mencapai titik seperti sekarang. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemahan dan Penjelasan 彌勒救苦真經 Mi Le Jiu Ku Zhen Jing (Sutra Sejati Maitreya Menyelamatkan dari Penderitaan)

彌勒救苦真經 Mi Le Jiu Ku Zhen Jing adalah salah satu kitab suci yang paling sering dibaca oleh para pengikut Yiguandao di vihara mereka. Kitab ini merupakan salah satu kitab utama yang dianggap paling penting di Yiguandao, karena kitab ini yang dijadikan dasar dari keyakinan bahwa Buddha Maitreya adalah Buddha yang memegang kuasa alam saat ini di masa pancaran putih. Terjemahan ini adalah hasil terjemahan saya pribadi dengan mengacu dari arti huruf per huruf-nya. Terjemahan dan penjelasan saya di sini bukanlah apa yang saya yakini secara pribadi, melainkan adalah arti dan makna dari kalimat per kalimatnya berdasarkan apa yang diajarkan dan diyakini oleh kalangan Yiguandao.

Terjemahan dan Penjelasan Daodejing 道德經 (Bab 1) Tao dan Nama

Sudah cukup lama, saya tertarik belajar mengenai Tao Te Cing dan baru tahun ini saya mulai serius mempelajarinya. Sebenarnya saya pernah mendengar beberapa kali penjelasan tentang Dao De Jing ini di vihara Yiguandao tempat saya sembayang dulu, tapi saya tidak pernah benar-benar mengerti penjelasannya karena sepertinya apapun bunyi baitnya, penjelasannya selalu diarahkan dengan narasi dan doktrin versi mereka sendiri. Karena itu saya memutuskan untuk belajar sendiri mengenai Tao Te Cing ini langsung dari teks aslinya. Karena saya sudah menguasai sedikit bahasa mandarin, saya mengartikan tiap kata-katanya langsung dari bahasa mandarinnya dibantu dengan kamus untuk memahami lebih dalam per katanya. Untuk membantu pemahaman, saya membaca beberapa buku penjelasan mengenai Tao Te Cing yang bagus salah satunya adalah buku Dao De Jing Kitab Suci Agama Tao tulisan Dr. I. D. Like Msc dan Dao De Jing The Wisdom of Laozi tulisan Andi Wang . Ada juga beberapa buku terjemahan Dao De Jing berbahasa I...

Studi tentang Yiguandao (Bagian 1) - Tiga Masa Pancaran 三陽

Di kalangan Yiguandao (di Indonesia lebih dikenal dengan Aliran Maitreya), kita sering mendengar kata-kata " 道真理真天命真 " yang artinya adalah Tao sejati, Kebenaran sejati dan Firman Tuhan sejati . Karena 理真 kebenaran sejati sering disebutkan di banyak ceramah yang diadakan di vihara kalangan Yiguandao, para umat Yiguandao akan beranggapan apa yang diceramahkan adalah sebuah kebenaran mutlak yang tidak mungkin salah.  Saya pun menyakini demikian selama puluhan tahun. Saya pribadi sebenarnya sudah sejak dulu hobi membaca dan saya adalah tipe orang yang tidak bisa kalau disuruh menelan mentah-mentah sebuah ajaran dan langsung mengyakininya sebagai dasar keyakinan tanpa melakukan crosscek terlebih dahulu. Masalahnya dulu kita punya keterbatasan dalam hal akses sumber literasi. Jaman dulu satu-satunya cara untuk mendapatkan akses ke buku-buku literasi adalah dengan menemukan buku-buku fisiknya. Belum ada internet dan belum ada device-device canggih seperti sekarang. Mendapatkan b...