Kemarin saya baru membaca sebuah postingan yang dipost oleh seorang keturunan Arab di Reddit. Dia mengaku sebagai seseorang yang dibesarkan di keluarga muslim dan dia tengah tertarik dengan ajaran agama Buddha karena konsep karma dan kelahiran kembali yang bagi dia bisa menjawab beberapa misteri kehidupan. Namun kemudian dia berpendapat bahwa dia juga mengalami dilema di mana dia sebenarnya sangat tertarik dengan Buddhisme tapi di satu sisi tidak bisa meninggalkan agama lamanya yaitu Islam. Salah satu alasan terkuat dia untuk tidak meninggalkan agama Islam adalah karena Alquran memuat banyak isi yang terbukti benar dan sejalan dengan penemuan science, sedangkan dia tidak bisa menemukan hal serupa di ajaran Buddhisme. Sayang, saat ini postingan tersebut sudah dihapus, sementara saya belum sempat menjawabnya. Oleh karena itu, saya ingin meluruskan pandangan yang disampaikan redditor tersebut yang mengatakan bahwa ajaran agama Buddha tidak bisa memberikan pembuktian science seperti yang dilakukan oleh Alquran.
Pertama-tama, saya menghormati Alquran sebagai kitab suci agama kaum muslim. Tapi di sini saya ingin menyanggah pendapat orang tersebut yang mengatakan bahwa Buddhisme tidak ada pembuktian science seperti dalam Islam. Dalam hal ini, saya tidak akan memperdebatkan isi Alquran benar atau tidak, melainkan membahas proses dan metodologi bagaimana suatu ayat Alquran dijadikan sebagai klaim bahwa isi Alquran sesuai science. Permasalahan utama yang saya alami pribadi saat membaca Alquran adalah banyak sekali isi ayat-ayatnya yang berbentuk puitis di mana artinya itu bisa banyak sekali tergantung bagaimana penafsiranannya. Banyak juga yang memiliki arti yang bisa saling berlawanan sehingga menyebabkan apapun fakta atau pembuktian science yang di kemudian hari ditemukan maka isi ayatnya akan bisa cocok. Dari sekian banyak klaim bahwa isi Alquran sejalan dengan science itu memiliki karakteristik seperti ini. Kita ambil salah satu contoh :
Surah Yā Sīn (36):38-40
وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ؕ ذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِ ۟ؕ
Ayat 39: "Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, sehingga (setelah ia sampai ke tempat peredaran yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua."
وَٱلْقَمَرَ قَدَّرْنَا ٱلْقَمَرَ مَنَازِلَ حَتَّىٰ عَادَ كَٱلْعُرْجُونِ ٱلْقَدِيمِ
Ayat 40: "Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya."
لَا ٱلشَّمْسُ يَنۢبَغِى لَهَآ أَن تُدْرِكَ ٱلْقَمَرَ وَلَا ٱلَّيْلُ سَابِقُ ٱلنَّهَارِ ۚ وَكُلٌّۭ فِى فَلَكٍۢ يَسْبَحُونَ
Surah Al-Anbiyā’ (21):33
"Dan Dialah yang menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya."وَهُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ ۖ كلٌّۭ فِى فَلَكٍۢ يَسْبَحُونَ
Bagi umat muslim, ayat di atas dianggap membuktikan Alquran sangat luar biasa karena telah membuktikan bahwa matahari dan bulan mempunyai jalur edarnya sendiri-sendiri, di mana bulan mengelilingi bumi, dan matahari mengelilingi sesuatu yang lebih besar lagi.
Permasalahannya adalah ayat tersebut tidak menjelaskan matahari mengelilingi bumi atau tidak. Sehingga di masa-masa science belum membuktikan kalau bumi itu bulat dan bukan merupakan pusat dunia, sebagian besar orang di dunia meyakini bahwa matahari dan bulan berputar mengelilingi bumi. Dan saat itu, ayat Alquran ini pun dianggap sesuai science, karena kata-kata dalam ayat-ayat itu sangat cocok dengan konsep geosentris yang meyakini bahwa bumi adalah pusat alam semesta. Setelah berkembangnya ilmu pengetahuan dan terbukti bahwa matahari tidak mengelilingi bumi, maka ayat Alquran di atas tetaplah benar. Karena memang tidak ada penjelasan detail mengenai garis edarnya itu berdasarkan apa.
Ada juga ayat yang lain yang berkaitan dengan teori ini.
Surat Al-Ghasyiyah (88):22
وَاِلَى الْاَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْۗ
Ayat Alquran lain yang juga sering digunakan sebagai klaim bahwa Alquran sesuai science adalah mengenai Besi yang berasal dari luar bumi.
Surah Al-Hadiid 57:25
"Dan Kami telah turunkan besi yang padanya ada kekuatan yang besar dan berbagai manfaat bagi manusia, agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sungguh, Allah Mahakuat lagi Mahaperkasa".
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِٱلْبَيِّنَـٰتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ ٱلْكِتَـٰبَ وَٱلْمِيزَانَ لِيَقُومَ ٱلنَّاسُ بِٱلْقِسْطِ ۖ وَأَنزَلْنَا ٱلْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌۭ شَدِيدٌۭ وَمَنَـٰفِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥ وَرُسُلَهُۥ بِٱلْغَيْبِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ قَوِىٌّ عَزِيزٌۭ ٢٥
Ayat ini sering digunakan oleh umat Islam untuk menunjukkan bagaimana luar biasanya Alquran karena sejalan dengan penemuan science modern yang menemukan bahwa besi itu berasal dari meteorit.
Permasalahan dari klaim ini adalah, jika kita baca kalimatnya, maka ayat tersebut bisa ditafsirkan seperti berikut:
1. Penafsiran dari kata turunkan adalah Allah memberikan besi kepada umat manusia (bukan dalam arti turun dari luar bumi), di mana kalau tafsirnya begini, maka bila besi itu tidak berasal dari luar angkasa pun, maka Alquran akan dibilang sesuai dengan science
2. Penafsiran dari kata turunkan adalah bahwa besi itu diturunkan atau dalam arti dari luar bumi yaitu melalui meteor yang jatuh. Karena ternyata ada pembuktian science yang membuktikan bahwa ini benar, maka Alquran pun juga dibilang sesuai dengan science
Ini terbukti di ayat Alquran yang lain yaitu
Surat Az-Zumar (39):6
"Dia menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam) kemudian darinya Dia jadikan pasangannya dan Dia menurunkan delapan pasang hewan ternak untukmu. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang memiliki kerajaan. Tidak ada tuhan selain Dia; maka mengapa kamu dapat dipalingkan?"
خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَاَنْزَلَ لَكُمْ مِّنَ الْاَنْعَامِ ثَمٰنِيَةَ اَزْوَاجٍ ۗ يَخْلُقُكُمْ فِيْ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ خَلْقًا مِّنْۢ بَعْدِ خَلْقٍ فِيْ ظُلُمٰتٍ ثَلٰثٍ ۗ ذٰلِكُمُ اللّٰهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ ۗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ۚ فَاَنّٰى تُصْرَفُوْنَ ﴿الزمر : ۶﴾
Di sini kata bahasa arab untuk menurunkan berakar dari kata yang sama yaitu أَنزَلَ (anzala). Tapi di Surat Az-zumar ini tidak diartikan hewan ternak itu asalnya dari luar bumi seperti halnya di Surat Al-Hadiid.
Contoh lain ayat Alquran yang sering dianggap sebagai bukti bahwa Alquran sejalan dengan science adalah ayat ini.
Surah Al-Anbiyā’ (21):30
"Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu dahulu ratqan (suatu yang menyatu), lalu Kami pisahkan keduanya (fataqnahumā)?..."
أَوَلَمْ يَرَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَنَّ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًۭا فَفَتَقْنَـٰهُمَا ۖ
Ayat ini dianggap oleh umat muslim merupakan kebenaran pada beberapa teori science modern seperti Teori Big Bang, atau Alam Semesta yang sedang mengembang (expanding). Tapi sekali lagi kalau kita baca isi ayatnya, kata-kata tersebut sangatlah fleksibel dan bisa ditafsirkan banyak sekali arti. Apapun penemuan science yang ditemukan akan selalu cocok dengan ayat itu. Contoh:
1. Orang yang percaya bahwa terciptanya alam semesta adalah dari tubuh seorang raksasa, maka ayat Alquran tersebut juga akan cocok dengan keyakinan itu. Karena dulunya langit dan bumi itu adalah satu di tubuh seorang raksasa dan kemudian dipisahkan.
2. Orang yang percaya adanya multiverse, maka ayat Alquran tersebut juga akan disebut sejalan dengan keyakinan itu, karena dunia yang awalnya satu dipisahkan menjadi banyak
3. Teori Big Bang yang diterima banyak ilmuwan sekarang juga cocok dengan ayat tersebut, karena berawal dari titik tunggal kecil yang panas dan padat kemudian terjadi pelebaran alam semesta sehingga membentuk matahari, dan planet-planet. Yang artinya langit dan bumi yang dulunya satu kemudian dipisahkan.
Dari 3 contoh di atas, kita bisa melihat bahwa apapun penemuan science dan fakta yang ditemukan, maka ayat Alquran tetap akan bisa dianggap sesuai dengan science.
Tapi permasalahannya, akan sangat sulit kita mengetahui kebenaran atau realitas alam ini kalau hanya membaca dari Alquran saja tanpa adanya pembuktian oleh science terlebih dahulu, dikarenakan memang arti dalam ayat-ayat Alquran cenderung multi tafsir. Ayat-ayat Alquran memang bisa ditafsirkan dicocokkan dengan temuan science terbaru, tapi dengan hanya mengandalkan Alquran saja, orang tidak akan menyimpulkan fenomena alam ini secara tepat tanpa pembuktian science. Sebagai contoh: pembuktian bahwa matahari mengelilingi pusat dari bima sakti itu baru mulai terbentuk pada abad ke-20 setelah beberapa ilmuwan membuktikannya secara science. Banyak orang muslim mengklaim bahwa Alquran mereka sejalan dengan teori itu. Tapi sebelum pembuktian tersebut, tidak ada yang mengemukakan teori tersebut berdasarkan Alquran. Karena memang kalau kita membaca isi dari ayat yang membahas itu, kita juga tidak akan bisa mengambil kesimpulan tersebut karena sifatnya yang memang multi tafsir dan bisa cocok dengan banyak kemungkinan teori. Kita sudah buktikan dari ayat-ayat Alquran pada contoh di atas ternyata sama-sama bisa cocok dengan teori bumi datar dan teori bumi bulat yang sebenarnya saling berlawanan.
Dan kembali ke orang yang saya ceritakan di awal yang mengatakan Buddhisme tidak bisa memberikan penjelasan yang sejalan dengan science seperti halnya yang dilakukan Quran. Di sini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa alasan dia tidak bisa meninggalkan Islam hanya karena Alquran banyak memuat ayat-ayat yang sejalan dengan science sebenarnya adalah sesuatu alasan yang lemah, karena terbukti bahwa Alquran bisa cocok dengan semua pembuktian science apapun karena sifatnya yang multi tafsir. Maka menurut saya pribadi, sepertinya kurang pas kalau mengatakan berat meninggalkan Islam hanya karena menganggap Alquran sebagai kitab science. Hal berikutnya yang juga akan saya bahas adalah pendapat orang tersebut yang mengatakan bahwa Buddhisme tidak memiliki ajaran yang sesuai dengan science, sehingga seolah-olah ajaran Buddhisme itu semuanya adalah mistis dan tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Sebenarnya ada banyak sekali penjelasan dalam Tripitaka yang menjelaskan banyak hal yang bisa dibuktikan secara science. Ada banyak sekali ucapan-ucapan Buddha yang tercatat dalam Tripitaka yang ternyata sejalan dengan penemuan science. Contoh adalah berikut ini:
Aṅguttara Nikāya 3.80: Cūḷanikāsutta
Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, membungkuk, duduk di samping … … dan berkata kepada Beliau:“Bhante, di hadapan Sang Bhagavā aku mendengar dan mempelajari ini: ‘Abhibhū, seorang siswa Sang Bhagavā Sikhī, sewaktu sedang menetap di alam brahmā, menyampaikan suaranya ke seluruh sahassa lokadatu (seribu sistem dunia).’ Berapa jauhkah, Bhante, Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, dapat menyampaikan suaraNya?”
“Ia adalah seorang murid, Ānanda. Para Tathāgata adalah tidak terukur.”
Untuk ke dua kalinya Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, di hadapan Sang Bhagavā aku mendengar ini … Berapa jauhkah, Bhante, Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, dapat menyampaikan suaraNya?”
“Ia adalah seorang murid, Ānanda. Para Tathāgata adalah tidak terukur.”
Untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, di hadapan Sang Bhagavā aku mendengar ini … Berapa jauhkah, Bhante, Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna, dapat menyampaikan suaraNya?”
“Ānanda, Pernahkah engkau mendengar, tentang sahassa lokadatu (seribu sistem dunia) kecil, sebuah galaksi?”
“Sekarang adalah waktunya, Sang Bhagavā. Sekarang adalah waktunya, Yang Sempurna. Sudilah Sang Bhagavā menjelaskan. Setelah mendengarnya dari Sang Bhagavā, para bhikkhu akan mengingatnya.”
“Baiklah, Ānanda, dengarkan dan perhatikanlah. Aku akan berbicara.”
“Baik, Bhante,” Yang Mulia Ānanda menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
(1) “Ananda, sebuah galaksi membentang seribu kali lipat sejauh matahari dan bulan berputar, dan bersinar menerangi segala penjuru dengan cahayanya disebut seribu sistem dunia kecil. Dalam seribu sistem dunia kecil tersebut terdapat seribu rembulan, seribu matahari, seribu raja pegunungan Sineru, seribu Jambudīpa, seribu Aparagoyāna, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavideha, dan seribu empat samudra raya; seribu empat raja dewa, seribu [surga] para deva yang dipimpin oleh empat raja dewa, seribu [surga] Tāvatiṁsa, seribu [surga] Yāma, seribu [surga] Tusita, seribu [surga] para deva yang bersenang-senang dalam penciptaan, seribu [surga] para deva yang mengendalikan ciptaan para deva lain, seribu alam brahmā. Ini disebut seribu sistem dunia yang kecil.”
(2) “Sebuah dunia yang terdiri dari seribu kali seribu sistem dunia kecil disebut sistem dunia menengah seribu-pangkat-dua.”
(3) “Sebuah dunia yang terdiri dari seribu kali sistem dunia menengah seribu-pangkat-dua disebut sistem dunia besar seribu-pangkat-tiga. Ānanda, Sang Tathāgata dapat menyampaikan suaranya sejauh yang Beliau inginkan dalam sistem dunia besar seribu-pangkat-tiga.”
“Tetapi dengan cara bagaimanakah, Bhante, Sang Tathāgata dapat menyampaikan suaranya sejauh yang Beliau inginkan dalam sistem dunia besar seribu-pangkat-tiga?”
“Di sini, Ānanda, Sang Tathāgata dengan sinarnya meliputi satu sistem dunia besar seribu-pangkat-tiga. Ketika makhluk-makhluk itu merasakan cahaya itu, kemudian Sang Tathāgata memproyeksikan suaranya dan membuat mereka mendengar suara itu. Dengan cara demikianlah, Ānanda, Sang Tathāgata menyampaikan suaranya sejauh yang Beliau inginkan dalam sistem dunia besar seribu-pangkat-tiga.”
Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Ini adalah keberuntunganku! Aku sangat beruntung karena Guruku begitu kuat dan perkasa.”
Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Udāyī berkata kepada Yang Mulia Ānanda: “Apa urusannya denganmu, teman Ānanda, bahwa Gurumu begitu kuat dan perkasa?”
Ketika hal ini dikatakan, Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Udāyī: “Jangan berkata begitu, Udāyī! Jangan berkata begitu, Udāyī! Udāyī, jika Ānanda meninggal dunia tanpa terbebaskan dari nafsu, maka berkat keyakinannya ia akan menguasai kerajaan surgawi tujuh kali dan kerajaan besar di Jambudīpa ini tujuh kali. Akan tetapi, dalam kehidupan ini juga Ānanda akan mencapai nibbāna akhir.”
Kalimat di atas adalah penjelasan mengenai galaksi-galaksi dalam alam semesta kita ini. Kalimat awalnya mirip dengan yang ada di Alquran di mana disebutkan bahwa matahari dan bulan yang berputar. Ya. Kalau itu dianggap multi tafsir juga karena tidak menjelaskan apakah bumi adalah pusat dari matahari dan bulan atau tidak, memang iya. Tapi perbedaan yang mendasar di sini, Sang Buddha menjelaskan secara lebih luas dari hanya sekedar membahas mengenai matahari, bulan dan bumi. Sang Buddha menjelaskan sesuatu yang jauh lebih besar yaitu sistem galaksi di alam semesta ini, di mana disitu cukup jelas digambarkan dengan sebutan sahassa lokadatu (seribu sistem dunia). Dalam satu sahassa lokadatu ada seribu matahari, seribu bulan, seribu planet seperti bumi, seribu alam surga, dan seterusnya. Dan itu dianggap sahassa lokadatu kecil. Di mana seribu sahassa lokadatu kecil itu adalah satu sahassa lokadatu menengah. Seribu sahassa lokadatu menengah adalah satu sahassa lokadatu besar. Ini sangat jelas menggambarkan bahwa ada milyaran galaksi yang ada di alam semesta ini. Dan penjelasan ini bukanlah sesuatu yang multi tafsir, karena tidak bisa ditafsirkan secara berbeda. Intinya ini adalah penjelasan bahwa di alam semesta ini ada milyaran matahari, milyaran tata surya dan milyaran planet-planet. Dan penjelasan dari Sang Buddha ini baru dibuktikan secara science pada pertengahan abad ke-20 dan memang terbukti bahwa di alam semesta kita ini ditemukan ada milyaran tata surya.
Contoh lain adalah yang tertulis dalam salah satu sutta berikut:
Dīgha Nikāya 27: Aggañña Sutta
10. ‘Akan tiba waktunya, Vāseṭṭha, cepat atau lambat setelah rentang waktu yang panjang, ketika alam semesta ini menyusut. Pada saat penyusutan, makhluk-makhluk sebagian besar terlahir di alam Brahmā Ābhassara. Dan di sana mereka berdiam, dengan ciptaan-pikiran, dengan kegembiraan sebagai makanan, bercahaya, melayang di angkasa, agung – dan mereka hidup demikian selama waktu yang sangat lama. Tetapi cepat atau lambat setelah rentang waktu yang panjang, alam semesta ini mulai mengembang lagi. Pada saat mengembang ini, makhluk-makhluk dari alam Brahmā Ābhassara, setelah meninggal dunia dari sana, sebagian besar terlahir kembali di alam ini. Di sini mereka berdiam, dengan ciptaan-pikiran, dengan kegembiraan sebagai makanan, bercahaya, melayang di angkasa, agung – dan mereka hidup demikian selama waktu yang sangat lama.
-
Saṃvaṭṭa-kappa – periode kehancuran. (awal fase penyusutan)
-
Saṃvaṭṭa-ṭhāyi-kappa – periode ketiadaan dunia fisik.
-
Vivaṭṭa-kappa – periode pembentukan kembali. (awal fase pengembangan)
-
Vivaṭṭa-ṭhāyi-kappa – periode stabil alam semesta.
Masing-masing bisa berlangsung sangat lama—mahākappa atau “kalpa agung”—yang panjangnya tidak terukur secara angka biasa. Ini secara filosofis bisa disejajarkan dengan model kosmologi siklik (seperti Big Bang & Big Crunch) dan kitab komentar ini sudah ditulis jauh sebelum penemuan science membuktikannya. Jadi ajaran-ajaran Sang Buddha yang tertulis dalam Tripitaka bukan hanya selaras dengan science tapi juga bisa diandalkan teorinya untuk memahami alam semesta ini dan bukanlah sebuah ayat kitab suci yang sifatnya multi tafsir sehingga tidak dapat diandalkan pada waktu science belum membuktikannya, terbukti bahwa praktisi Buddhis ribuan tahun yang lalu sudah bisa menulis penjelasannya jauh sebelum ada penemuan dan pembuktian science yang dilakukan selama ratusan tahun terakhir.
Komentar