Beberapa hari lalu, saya baru saja selesai menonton film Indonesia berjudul Kabut Berduri, atau di luar Indonesia dirilis dengan nama Borderless Fog. Film ini cukup unik karena merupakan film misteri bergaya penyelidikan ala detektif yang kita tahu cukup jarang dibuat oleh sineas-sineas Indonesia. Film-film Indonesia selama beberapa tahun terakhir didominasi oleh film-film drama cinta dan horror. Munculnya film dengan tipe berbeda seperti ini tentu merupakan variasi yang menarik bagi para penikmat film Indonesia. Yang membuat film ini lebih unik lagi adalah temanya yang dibuat berdasarkan masalah yang benar-benar terjadi di perbatasan Kalimantan. Karena tidak ada yang menulis alur ceritalengkap dari film ini, pada kesempatan kali ini saya akan menuliskan plot lengkapnya di blog saya ini. Bila anda belum sempat menonton film ini dan tidak ingin kena SPOILER, saran saya tutup website ini dan tonton dulu filmnya. Tapi bila anda sudah menonton dan ingin lebih paham mengenai alur cerita filmnya, silahkan membaca tulisan saya ini sampai habis. Apabila ada orang yang ingin menyalin tulisan saya untuk ditulis di Wikipedia atau website lainnya, mohon tidak mengklaim tulisan berikut sebagai tulisan anda dan saya akan sangat berterima kasih bila anda bisa menuliskan link sumbernya di tulisan anda.
![]() |
Alur Cerita Lengkap Film Kabut Berduri
Di sebuah warung di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia, Pulau Burneo, tiba-tiba terjatuh sebuah mayat pria yang kepalanya terlepas dari tubuhnya. Ipda (Inspektur Polisi Dua) Sanja Arunika (Putri Marino) diterbangkan dari Jakarta untuk membantu polisi lokal Ipda Panca Nugraha (Lukman Sardi) dan Bripka asal Dayak Thomas Martinus (Yoga Pratama) untuk memecahkan kasus pembunuhan tersebut. Dari hasil autopsi, kepala mayat pria yang menjadi korban adalah Thoriq Herdian, Sersan Satu yang berasal dari Markas Batalion yang bertugas di daerah perbatasan. Sedangkan tubuh dari mayat itu diidentifikasi sebagai Juwing, seorang bersuku dayak yang juga tinggal di daerah perbatasan. Keluarga dari Juwing, yaitu Istrinya bersama dengan Silas Langgau (Yusuf Mahardika) dan beberapa kerabatnya yang lain datang untuk melihat mayat dan tampak tidak puas dengan kinerja polisi lokal.
Setelah itu, Sanja bersama dengan Thomas mengunjungi Pos Penjaga Kebun Sawit dan bertemu dengan Pak Bujang (Yudi Ahmad Tajudin) untuk memperoleh informasi. Dari Bujang, diperoleh informasi mengenai Ambong, legenda hantu komunis yang ada di hutan perbatasan serta cerita tentang pabrik pemrosesan kelapa sawit mangkrak yang ada di tengah hutan.
Keesokan harinya, Sanja membaca surat tertanggal tiga minggu yang lalu yang ditujukan kepada Ibtu Panca dari kepolisian Sarawak yang memberitahukan mengenai penemuan mayat tanpa kepala. Sanja segera mempertanyakan hal tersebut kepada Panca dan tampak terlihat bahwa Panca seperti tidak berniat untuk menyelediki kasus pembunuhan tersebut. Sanja menuju ke Sarawak untuk mendapatkan arsip mengenai korban tersebut yang ternyata adalah seorang pria bertato garuda yang tidak teridentifikasi.
Sanja singgah di sebuah depot untuk makan dan dia menanyai seorang anak perempuan bernama Sindai (Ratu Nadya Rachma) yang bercerita bahwa dia akan berangkat bekerja. Tak lama kemudian seorang perempuan yang belakangan diketahui bernama Umi (Siti Fauziah) menghampiri dan menyuruhnya untuk segera naik ke mobil bersama dengan beberapa anak lainnya. Belakangan diketahui Umi terlibat dalam perdagangan manusia (human trafficking) dan Sindai dan anak2 tersebut adalah korbannya.
Di Pos Pamtas Perbatasan Indonesia-Malaysia Batang Bidai, Silas meminta kepada para tentara agar kayu-kayu yang ada di sana dikembalikan ke hutan. Dia mencoba merampas sepeda motor sebagai jaminan, yang kemudian membuat dia terlibat perkelahian dengan para petugas yang berjaga di sana. Malamnya, polisi bersama para penjaga perbatasan mencari Silas dengan mendatangi rumah keluarga Silas tapi tidak menemukannya. Ada pembicaraan di kalangan keluarga Silas yang mengatakan bahwa ada kemungkinan Komandan Tajau (pemimpin kelompok yang suka membuat kekacauan di daerah tersebut) yang mempengaruhi Silas sehingga berbuat seperti itu.
Keesokan harinya Sanja bersama dengan Thomas mendatangi sebuah tempat yang diyakini menjadi tempat di mana Silas bersembunyi. Silas yang ketahuan berusaha kabur dari sana. Thomas dan Sanja mengejarnya dan pada akhirnya berhasil menangkapnya. Selanjutnya Sanja menginterogasi Silas dan Silas sempat dipukuli oleh Thomas di kantor polisi. Thomas menuduh Silas dipengaruhi Komandan Tajau sehingga sampai melakukan perbuatan tersebut. Setelah itu Bujang mengirim pesan di HP untuk meminta bertemu dengan Sanja. Saat bertemu, Bujang mengatakan kepada Sanja bahwa pembunuh Juwing dan Thoriq bukan orang yang sama. Bujang juga bercerita mengenai bagaimana perjuangan Juwing yang menentang perluasan kebun sawit, tapi banyak juga orang yang menuduhnya hanya meneksploitasi kisah-kisah sedih orang dayak. Pak Bujang juga memberikan semacam daun untuk mengobati mata Sanja yang terlewat sensitif.
Malamnya Sanja menyetir mobil dan menabrak sesuatu dan melihat penampakan sebuah sepeda yang bersenandung. Di tempat yang lain, Umi yang sedang membawa anak-anak menggunakan mobilnya secara tiba-tiba dibegal oleh seseorang.
Keesokan harinya, beberapa perternak lebah menemukan kepala Umi tergantung di sarang lebah milik mereka. Dalam mulut Umi dijejalkan HP yang ternyata memuat beberapa petunjuk bagi polisi. Dari HP tersebut diketahui identitas dari korban tidak teridentifikasi bertato Garuda yang ditemukan kepolisian Malaysia sebelumnya, dan adanya keterkaitan seorang saudagar lokal yang tinggal di Sarawak bernama Agam (Kiki Narendra) dengan kasus pembunuhan orang-orang tersebut.
Panca tiba-tiba menyela Sanja yang tengah berdisuksi dengan para polisi lain untuk memberikan perintah membantu misi pencarian anak-anak yang diduga menjadi korban perdagangan manusia yang dilakukan oleh Umi bersama-sama dengan kepolisian Malaysia.
Sanja yang tidak ikut dalam proses pencarian menghampiri rumah Agam untuk mendapatkan informasi. Karena Agam berusaha menyuap dan tidak mau bekerja sama, Sanja menangkap Agam dan membawanya ke kantor polisi. Sanja menginterogasi Agam yang sebelumnya pernah dicurigai sebagai pelaku dari kasus pembalakan kayu dan menjadi makelar dari kasus perijinan pabrik mangkrak yang disebutkan Bujang. Saat Sanja menginterogasi dia mengenai keterkaitannya dengan perdagangan manusia, Agam menunjukkan sebuah bulpen yang sering dimainkan sebagai trik sulap kepada anaknya saat dia pergi jauh. Kemudian Ibtu Panca muncul dan mempertanyakan alasan Sanja menangkap Agam dan memerintahkan Sanja untuk mengawal Jenta (salah satu anak yang diculik Umi) pulang ke rumahnya.
Keesokan harinya, Panca melepaskan Agam dari kantor polisi. Sanja yang merasa emosi akibat tindakan Panca tersebut segera mendatangi Agam ke Sarawak dan mencoba untuk menangkapnya kembali, tapi Agam terselamatkan gara-gara ada polisi Sarawak yang kebetulan lewat saat Sanja mencoba menangkapnya. Gara-gara upaya penangkapannya tersebut, Panca menkritik Sanja sehingga Sanja menjadi curiga dan mempertanyakan kompetensi Panca untuk menyelesaikan kasus pembunuhan yang belakangan terjadi. Panca yang tidak terima dibilang tidak kompeten pun mengancam akan memulangkan Sanja ke Jakarta dengan mengirim surat rekomendasi ke pusat.
Keesokan harinya, korban ke-5 ditemukan, Ayah dari Arum (salah satu anak yang dijual kepada Umi) ditemukan dengan kondisi kepala terpenggal di hutan. Sanja menanyai Jenta di rumahnya dan mendapatkan informasi bahwa anak-anak yang dibawa oleh Umi ditempatkan di sebuah gudang sebelum diberangkatkan. Jenta memberikan semacam aksesoris adat yang ditemukannya saat berada di gudang tersebut. Aksesoris itu ternyata adalah milik Juwing.
Kemudian Sanja mengunjungi Pabrik mangkrak yang ada tengah hutan yang sempat diceritakan oleh Bujang. Di sana dia tiba-tiba diserang oleh seorang yang memakai jas hujan dan penutup hidung. Sanja terjatuh ke sebuah silo dan tidak sadarkan diri.
Di saat yang sama, Sindai yang tengah mencari jalan keluar dari hutan menemukan sebuah gua yang di dalamnya terdapat seorang mayat dengan kepala terpenggal yang ditaruh dalam kantong plastik.
Saat Sanja sadar, dia berusaha untuk keluar dari Silo namun gagal. Beruntung Thomas datang ke pabrik itu untuk membantu mengeluarkan Sanja dari silo. Thomas mengaku ke pabrik tersebut karena diinformasi Pak Bujang yang mendengarkan suara teriakan Sanja.
Setelah itu Sanja menghabiskan malam di gubug Pak Bujang bersama dengan Thomas. Saat itulah diketahui motivasi Thomas yang ingin menjadi polisi karena ingin membela kepentingan orang Dayak, sementara itu Sanja menceritakan masa lalunya yang kelam karena pernah menabrak seorang anak kecil dan kasusnya pun tidak terungkap karena banyak oknum komandan dan polisi yang membantunya.
Tak lama kemudian Thomas mendapat informasi bahwa Sindai ditemukan meninggal. Tidak lama kemudian Sanja secara tidak sengaja melihat bahwa Thomas mendapatkan amplop dari Panca di kantor polisi.
Keesokan harinya, Panca telah merealisasikan upayanya untuk memulangkan Sanja ke Jakarta dan memberikan bulpen milik Agam sebagai kenang-kenangan untuk Sanja. Mengetahui itu, Sanja hanya tertawa kecil dan semakin curiga akan keterlibatan Ibtu Panca dengan beberapa kasus yang terjadi. Sebelum pulang ke Jakarta, Sanja menkonfrontasi Thomas atas penyuapan yang dilihatnya di kantor polisi dan dia menceritakan secara detail mengenai kasus masa lalunya yang kelam. Di saat yang sama terjadi kebakaran hutan di dekat situ.
Merasa frustasi gara-gara kasusnya yang tidak terpecahkan, Sanja menemui Silas dan memintanya membantunya menangkap Agam dengan cara di luar jalur hukum. Di saat yang sama, Thomas yang merasa curiga dengan Ibtu Panca, sengaja mengaktifkan kamera saat berkendara bersama dengan Panca untuk pulang ke rumahnya.
Agam yang ditangkap secara ilegal oleh Silas diinterogasi Sanja di tengah hutan. Agam mengakui bahwa dialah orang yang menyuruh untuk membunuh Asraf, korban laki-laki bertato Garuda yang sebelumnya tidak teridentifikasi. Sementara untuk pembunuhan yang lainnya, dia mengaku tidak tahu apa-apa. Dia mengaku bahwa dia mulai merasa takut saat kepala Asraf dikirim ke rumahnya.
Di saat yang sama, saat dalam perjalanan, Panca mempertanyakan kenapa Thomas bisa bersama dengan Sanja saat di rumah sakit. Thomas yang merasa dituduh langsung menghentikan mobilnya dan menodongkan senjatanya kepada Panca. Saat itu terungkap bahwa Panca-lah yang menyerang Sanja di pabrik yang mangkrak sebelumnya. Saat itu juga terungkap kedekatan Panca dengan Agam dan keterlibatannya dengan bisnis perdagangan manusia. Thomas memborgol Panca dan mengendarai mobil menuju ke tempat yang aman untuk menahannya. Panca menemukan trik cara membuka borgolnya dan berhasil membuat mobil yang dikendarainya mengalami kecelakaan dan membunuh Thomas. Di sisi lain, Silas dan Sanja berselisih pendapat mengenai bagaimana memperlakukan Agam. Silas memukul Sanja dan membawa lari Agam menggunakan mobil. Sekelompok polisi mengepungnya dan mencoba mengamankan Agam. Beberapa saat kemudian muncul kabut dan tiba-tiba Sanja tidak sadarkan diri. Saat sadar, dia bangun di pabrik yang mangkrak dan menemukan badan Thomas yang sudah tanpa kepala. Di sana, berdirilah Pak Bujang yang memegang kepala Thomas. Sanja yang emosi menodongkan pistolnya kepada Bujang. Bujang menjelaskan bahwa pelaku yang membunuh Thomas bukanlah dirinya, melainkan Panca. Dia juga menjelaskan bahwa sebenarnya dialah pelaku pembunuhan beberapa korban yang hilang kepalanya, tapi dia juga bilang bahwa beberapa korban bukanlah dia pembunuhnya, melainkan Panca pelakunya. Beberapa saat kemudian, Bujang menebas kepala Panca dan Sanja menembaknya. Sanja menemukan Arum di pabrik tersebut dan membawanya kembali ke desa. Di sana warga desa berdatangan dan berkabung atas meninggalnya Bripka Thomas.
Di kantor polisi, Sanja menemukan bukti rekaman pembicaraan di mobil yang direkam Thomas sebelum kematiannya.
Bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia, Sanja mengendarai mobilnya dan berhenti di dekat sebuah monumen yang telah dikerumuni banyak orang. Di sanalah digantung kepala Bujang di salah satu pohon yang berada di depan monumen tersebut.
Komentar